JURUS AMPUH MENDIDIK ANAK
Seringkali para orangtua dibuat frustasi sewaktu anak-anak mereka sulit sekali dinasihati dan dilarang melakukan sesuatu hal. Dinasihati tidak mendengar, diberikan pengertian tidak masuk sama sekali, apalagi sewaktu diberikan perintah, jangankan mendengar, mereka malah menolak mentah-mentah perintah kita dan berlalu begitu saja.Memang benar, anak adalah buah hati tercinta yang kita lahirkan dengan susah payah yang sudah seharusnya kita cintai dan kita sayangi, namun ada begitu banyak cara yang tepat dalam mencintai anak dan menyayangi mereka. Memberikan mereka semua keinginannya dan terus-terusan mengalah pada anak bukanlah tindakan yang tepat dalam mencintai buah hati kita. Semua orangtua tentunya ingin jika anak yang dimilikinya tumbuh menjadi anak yang baik penuh kasih sayang, namun juga berbakti pada kedua orangtuanya.
Untuk itulah, ada masaya dimana anda harus dengan tegas mendidik mereka menjadi anak yang baik seperti yang anda harapkan. Semua tahapan yang akan anda lalui tentu akan sangat melelahkan dan mungkin membuat anda susah payah mendidik mereka. Namun pada akhirnya nanti, ketika anak anda telah tumbuh menjadi seseorang yang baik seperti yang anda harapkan, maka masa depan yang cerahlah yang akan mereka dapatkan.
Tidak ada orangtua yang akan menjerumuskan anaknya pada lembah kesalahan, namun tentunya pola asuh dan cara mendidik anak harus anda perhatikan. Mendidik anak agar tumbuh menjadi seseorang yang patuh dan penurut tidak berarti harus dilakukan dengan keras seperti pola didikan para militer, yang terpenting adalah konsisten dan tegas. Buat anak bertanggung jawab dengan apa yang dimilikinya dan apa yang telah diperbuatnya. Dengan begini mereka akan mampu memelihara apa yang mereka miliki.
Namun juga tidak berarti dengan memberikan pola didikan keliru yakni dengan mengabulkan semua keinginan anak dan menghujaninya dengan harta benda mewah sebagai wujud kasih sayang anda yang tak terkira. Pola asuh yang seperti ini tentu saja tidak akan berhasil, sebab anak akan tumbuh menjadi seseorang yang manja dan merasa segala keinginannya harus dipenuhi, disamping itu sifat egoisme-nya juga akan semakin tinggi. Maka jangan heran jika ketika anda memberikan perintah atau meminta bantuan anda, mereka akan berlaku sesuka hati mereka dengan menolak atau mengabaikan anda.
Nah, cara berikut ini penting sekali diterapkan pada anak-anak ketika anda mendidik mereka agar bisa patuh sewaktu anda memberikan perintah.
1. Panggil Nama Mereka
Ketika anda membutuhkan bantuan anak-anak atau sewaktu anda hendak memberikan perintah kepada buah hati, hendaknya tidak usah berteriak atau mengomel dengan tidak jelas. Selain tidak akan menyelesaikan masalah, hal ini tidak akan membuat anak anda seger menghampiri anda dan melakukan perintah yang anda berikan pada mereka. Sebaliknya, kondisi anak-anak malah akan terkejut, takut dan bahkan kesal dengan tidak mau menghampiri atau bahkan berpura-pura tidak mendengar. Anda tentu tidak ingin jika hal ini terjadi bukan? Nah, untuk itulah sebuah teriakan bukanlah cara yang baik mendidik anak.Ada baiknya ketika anda membutuhkan mereka atau hendak memberikan perintah, segera hampiri mereka atau hampiri keluar saat mereka bermain diluar. Lalu dekati mereka dan katakan jika anda membutuhkan mereka dirumah. Ingatlah jaga citra anak-anak dihadapan teman mereka, jangan sampai anda memberikan perintah atau meneriaki anak-anak didepan teman-temanya. Hal ini akan membuat mereka malu dan malah jengkel pada diri anda. Ketika anak jengkel, maka bisa ditebak hal lain yang akan terjadi adalah pertengkaran dengan anak yang malah akan memperburuk suasana.
2. Dengarkan Anak-Anak Anda
Meski anda memberikan perintah pada anak-anak atau pada saat anda benar-benar membutuhkan mereka, ini bukan berarti anda harus mengabaikan mereka dan tidak mendengarkan keluahannya. Perilaku anak-anak yang menolak atau tidak mengabulkan perintah anda bisa dilatarbelakangi karena mereka capek sepulang sekolah, tidak enak hati dengan lingkungannya atau merasa tidak enak badan. Untuk itu, sebaiknya maklumi dan berikan perintah sesuai dengan kapasitas anak.3. Kondisikan Perintah dengan Waktu Anak-Anak
Sewaktu anda memberikan perintah dan anak-anak terlihat malas melakukannya, jangan terlalu dini menghakimi bahwa anak anda malas dan sulit diberikan perintah. Kondisikan terlebih dahulu dengan waktu anak, apakah kala itu anda memberikan perintah saat anak baru saja pulang sekolah, pulang les atau saat anak lelah pulang bermain. Hal ini tentu saja akan menguras tenaga anak sewaktu anda memberikan perintah. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk beristirahat sejenak dan meminta mereka saat tenaganya sudah kembali pulih. Selain itu, mintalah dengan sopan, kondisi lelah pada anak akan membuat segala hal yang membebaninya menjadi sebuah tekanan untuk dirinya. Dengan meminta lewat cara yang sopan akan membuat tekanan dalam diri anak memudar dan membuat mereka lebih mungkin mau melakukan perintah anda.4. Tatapan Mata Anda Pada Mereka
Sebuah tatapan matamemiliki kekuatan untuk menunjukan sebuah perasaan. Ketika orangtua menatap mata anaknya, maka mereka akan melihat bahwa kita memberikan perhatian, bukannya amarah dan perintah yang telak yang mendikte mereka. Dengan menatap mata anak, mereka akan paham betapa anda membutuhkan mereka dan ingin anak anda memberikan bantuannya. Selain itu, tatapan mata akan membuat anak merasa dipedulikan dan diperhatikan. Untuk itu, jangan lupa tatap mata anak dan letakan tangan anda dibahunya sewaktu anda ingin memberikan perintah pada mereka.5. Bercermin Diri
Terkadang orangtua lupa bahwa mereka pun sebenarnya sering ingkar janji entah pada lingkungan atau anak-anak mereka sendiri. Dari semua teori cara mendidik anak, introspeksi diri atau bercermin diri seringkali menjadi hal yang terabaikan. Bagaimana mungkin seorang anak mau mendengarkan perintah orangtua dan patuh pada semua perintahnya, jika orangtua mereka seringkali tidak tegas dan konsisten terhadap ucapannya. Apalagi diperparah dengan sikap orangtua yang seringkali memarahi anak-anaknya atas hal yang sebenarnya sering mereka lakukan sendiri. Untuk itu, penting sekali memperbaiki sikap dan perilaku sendiri sebagai orangtua sebelum mengajarkan anak tentang sesuatu hal.Memiliki anak yang penurut dan patuh pada perintah orangtuanya tentu saja menjadi kebahagiaan yang tak terhingga untuk orangtua itu sendiri. Dan cara diatas diharapkan mampu membantu orangtua mendidik anaknya. ( bidankudotcom)
Jurus Jitu Mendidik Anak Shalih (Tips Mengatasi Kenakalan ORTU)
Berbicara tentang anak, kita semua rata-rata memiliki keinginan yang
sama. Manakala anak lahir, kita berharap agar anak tersebut tumbuh lucu
dan sehat. Segala upaya dilakukan untuk mewujudkan itu. Walaupun harus
mengorbankan waktu, biaya dan tenaga. Sebenarnya hal tersebut manusiawi
dan wajar-wajar saja. Namun yang tidak wajar adalah bila menganggap
bahwa sehat dan lucu saja sudah cukup.
Kita menginginkan anak kita cerdas dan mengukir segudang prestasi. Demi
menggapai angan-angan tersebut, kita rela melakukan apapun walaupun
terasa berat. Inipun masih dalam taraf kewajaran. Namun yang tidak benar
adalah jika kita menganggap bahwa kecerdasan dan prestasi duniawi
adalah segala-galanya.
Sebab seluruh hal tersebut di atas belum tentu menghasilkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Betapa sering kita mendengar orang tua yang pusing tujuh keliling,
akibat tingkah polah anaknya yang selalu membuat gara-gara. Padahal
dulunya semasa kecil dia begitu sehat dan amat menggemaskan. Bukan
sekali atau dua kali kita menyaksikan orang tua yang semasa mudanya
bekerja keras membanting tulang memeras keringat, demi masa depan
anaknya. Namun, di penghujung usia, justru tidak segan-segan si anak
membentak orang tuanya, seperti membentak seekor binatang yang hina.
Atau mencampakkan tumbuh renta itu ke panti jompo, tanpa perasaan
bersalah atau berdosa. Na’udzubillah min dzalik..
Itu baru di dunia. Belum jika kita berbicara tentang alam akhirat.
Akankah seabreg prestasi duniawi dan sederet gelar yang disandang anak,
membantu nasib kita di hadapan Allah? Terlebih bila ternyata mereka
bukanlah generasi salih, yang setia untuk mendoakan kedua orang tuanya.
Sebelum itu semua terjadi, mari kita tilik kembali usaha apa yang telah
kita lakukan untuk melahirkan anak-anak yang salih dan salihah?
Ketahuilah bahwa mendidik anak itu membutuhkan kesungguhan! Memerlukan
pengorbanan! Menuntut keikhlasan dan kesabaran! Serta yang paling
penting adalah membutuhkan ilmu yang memadai juga taufik dari Allah
ta’ala..
Persiapan materi saja tidak cukup, jika kita menginginkan generasi yang
handal. Sebab, betapa banyak hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan
materi.
Maka, mari kita terus berusaha untuk berbekal ilmu yang memadai.
Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa ilmu pendidikan anak adalah
cabang ilmu khusus yang harus dikuasai setiap orang tua, bahkan sebelum
mereka berpredikat sebagai orang tua. Agar kita betul-betul menjadi
orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang lebih tua dari
anaknya!
Amat disayangkan, betapa banyak suami yang menyandang gelar bapak hanya
karena istrinya melahirkan. Sebagaimana banyak wanita disebut ibu,
semata-mata karena dialah yang melahirkan. Bukan karena mereka
menyiapkan diri menjadi orangtua. Bukan pula karena mereka memiliki
kepatutan sebagai orangtua. Semoga Allah menjauhkan kita dari tipe orang
tua seperti itu. Amien.
ANAK, SEBUAH NIKMAT BESAR [2]
Terlampau banyak nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Saking
banyaknya, hingga kita tidak mungkin bisa menghitungnya. Dan seringkali
kita lalai serta tidak menyadari betapa besar nikmat tersebut. Nikmat
itu baru terasa manakala lenyap.
Dahulu orang bijak mengatakan, “Kesehatan adalah mahkota di atas kepala
orang-orang sehat. Tidak ada yang bisa melihat mahkota tersebut, kecuali
orang-orang sakit”.
Di antara nikmat besar yang kerap terlupakan keberadaannya adalah: anak.
Kehadiran sang buah hati merupakan karunia dan hadiah dari Allah
ta’ala. Sebagaimana difirmankan oleh-Nya,
“لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ
لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ . أَوْ
يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا
إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ”
Artinya: “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa
yang Dia kehendaki. Memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia
kehendaki. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan. Dan
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui,
Mahakuasa”.QS. Asy-Syura (42): 49-50.
Terlebih bila anak tersebut adalah anak yang salih-salihah. Mereka
adalah kekayaan yang tak ternilai harganya, jauh melebihi kekayaan
materi. Mereka adalah pembawa bahagia, pelipur lara serta penolong bagi
kedua orang tuanya, di dunia ini dan di akhirat kelak.
Namun, kenyataannya masih banyak orang tua yang belum merasakan anak
sebagai anugerah. Bisa jadi kita juga termasuk jenis orang tua yang
belum bersyukur. Buktinya, keluh kesah masih begitu sering terlontar
dari lisan. Masih ditambah pula dengan iringan kekesalan dan rasa tidak
puas dalam hati.
Jika demikian, marilah kita bersama-sama melihat di luar sana…
Ternyata begitu banyak pasangan yang lelah berharap untuk memiliki
momongan. Namun Allah ta’ala belum juga berkenan mengaruniakan anak
kepada mereka. Padahal segala sarana dan saran telah dijalankan. Doa
juga tidak lupa untuk selalu dipanjatkan.
Di tempat lain, banyak orang tua yang harus kehilangan anak yang sangat
dicintainya, pergi untuk selamanya. Ada pula yang semula anaknya
sempurna, tiba-tiba menjadi cacat karena suatu bencana. Atau anak yang
semula sehat bugar, mendadak tergeletak tak berdaya karena penyakit
kronis yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Dari sini kita sadar…
Bahwa ternyata anak adalah anugerah besar. Maka syukurilah nikmat ini,
agar langgeng dan terus bertambah baik. Sebagaimana yang Allah jelaskan
dalam QS. Ibrahim (14): 7. Dan dengan rasa syukur tersebut diharapkan
kita bisa lebih sabar dalam mengasuh dan mendidik anak. Juga semakin
memperbesar harapan agar mereka tumbuh menjadi anak salih yang menabur
kebahagiaan bagi kedua orang tuanya, amien.
ANAK, PERHIASAN SEKALIGUS UJIAN [3]
Alangkah indahnya minum teh dengan ditemani sepiring pisang goreng
beserta istri, sambil melihat anak-anak bermain riang gembira. Sulit
digambarkan dengan kata-kata! Ya, tidak diragukan lagi bahwa anak
merupakan salah satu perhiasan dunia terindah. Rasa penat bekerja
seharian seakan lenyap tak berbekas, saat pulang ke rumah bercengkerama
dan bersenda gurau dengan anak-anak. Itulah perhiasan dunia!
“الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا”.
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”. QS. Al-Kahfi (18): 46.
Namun waspadalah, sebab di sisi lain, anak juga merupakan ujian bagi kita.
“إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ”.
Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),
dan sisi Allah-lah pahala yang besar”.QS. At-Taghabun (64): 15.
Maka berhati-hatilah, jangan sampai kita terpedaya. Sebab terkadang anak
membuat seorang hamba menjadi angkuh dan tidak mensyukuri nikmat Allah.
Anak, kerap juga mendorong sang ayah untuk menghalalkan cara yang haram.
Seperti menyuap demi kelulusan si buah hati. Demi masa depan anak,
katanya…
Anak, kadang membuat seorang insan menjadi kikir dan penakut. Saat ingin
bersedekah, setan datang memprovokasi, “Barusan anakmu minta ini dan
itu!”. Akhirnya iapun urung menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Padahal yang diminta anaknya bukanlah suatu kebutuhan primer. Benarlah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam,
“إِنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ، مَجْبَنَةٌ، مَحْزَنَةٌ”.
“Sesungguhnya anak bisa membuat seseorang menjadi bakhil, penakut dan
bersedih”. HR. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau juga al-Albany.
Ketika anak jatuh sakit, rasa iba mendorong orang tua bertindak bodoh
dan melanggar syariat agama. Iapun membawa anaknya berobat ke dukun,
padahal agama telah melarang dengan tegas hal itu.
Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari godaan tersebut?
Caranya adalah dengan mendahulukan kecintaan kita kepada Allah dan
Rasul-Nya di atas segalanya, termasuk terhadap anak-anak. Kemudian
senantiasa bertakwa dalam mengurus mereka.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan bahwa di antara amalan
yang bisa menghapus keburukan akibat godaan anak, adalah mengerjakan
shalat, berpuasa, bersedekah dan beramar ma’ruf nahi mungkar. Beliau
bersabda,
“فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِى أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ
وَجَارِهِ؛ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ
بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ”.
“Gangguan yang menimpa seseorang akibat keluarga, harta, diri, anak dan
tetangganya, dapat dihapus dengan puasa, shalat, shadaqah dan amar
ma’ruf nahi mungkar”.HR. Bukhari dan Muslim.
ANAK ADALAH AMANAH ALLAH [4]
Tentu banyak di antara kita yang pernah dititipi sesuatu oleh orang
lain. Amanah tersebut mestinya akan kita jaga sebaik-baiknya. Terlebih
jika titipan tersebut adalah barang yang amat berharga, dan orang yang
menitipkannya kepada kita adalah orang terhormat.
Namun, ada satu amanah yang sangat istimewa, dan yang menitipkannya
kepada kita pun, Dzat yang amat mulia, tetapi justru malah seringkali
kita menyia-nyiakannya. Titipan yang tidak semua orang mendapat
kehormatan untuk mengembannya. Amanah tersebut tidak lain adalah anak.
Bayi yang Allah anugerahkan kepada kita bagaikan mutiara yang masih
berada dalam cangkangnya. Masih terjaga dari jamahan tangan-tangan luar.
Hatinya masih suci, ibarat selembar kertas putih, tanpa goresan apalagi
ukiran. Setelah itu sedikit demi sedikit, kepribadian dan perilaku anak
terbentuk, sesuai dengan apa yang dilihat di komunitas terdekatnya.
Yakni di dalam rumah dan lingkungannya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,
“مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه”
“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan
menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”.HR. Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah.
Itulah masa keemasan yang tidak boleh disia-siakan. Kesalihan anak
bukanlah hadiah gratis yang turun dari langit begitu saja. Namun
membutuhkan usaha dan perjuangan dari orang tua.
Tanggung jawab kita terhadap anak bukan sekedar memberinya makan
kenyang, pakaian bagus ataupun rumah lapang. Tetapi tanggung jawab yang
lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan
menyelamatkan mereka dari azab Allah. [Lihat: QS. At-Tahrim (66): 6].
Allah ta’ala pasti akan meminta pertanggungjawaban kita atas amanah ini. Dalam hadits disebutkan:
“كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ؛ … وَالرَّجُلُ
رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ
رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِىَ مَسْئُولَةٌ
عَنْهُمْ…”
“Setiap kalian adalah pemimpin dan semua akan ditanya tentang bawahannya
… Lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang
mereka. Wanita merupakan penanggungjawab di rumah suaminya serta bagi
anaknya, dan dia akan ditanya tentang mereka.”HR. Bukhari dan Muslim.
Memang tugas dan tanggung jawab ini tidaklah ringan. Ujian dan rintangan
mungkin muncul silih berganti. Rasa letih dan bosan kadang datang
mendera. Sementara setan terus membuat makar dan tipu daya untuk
mematahkan semangat kita. Sekaligus mengompori sifat keluh kesah, yang
memang merupakan tabiat dasar manusia. [Baca: QS. Al-Ma’arij (70): 19].
Namun, tipu daya tersebut tentu harus dilawan! Jauhilah sifat keluh
kesah sebisa mungkin. Sebab keluh kesah hanya akan membawa kerugian.
Karena, sekecil apapun tugas dan tanggung jawab, bila disikapi dengan
keluh kesah, amarah dan perasaan tidak ikhlas, maka tugas ringan akan
menjadi beban berat. Lebih rugi lagi, karena hati tidak ikhlas,
akibatnya pahala gagal diraih. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sebaliknya, jika tanggung jawab ini dipikul dengan penuh keikhlasan,
niscaya akan membawa kebaikan. Sebab, seberat apapun tugas dan tanggung
jawab, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan harapan,
maka tugas berat akan terasa ringan. Lebih dari itu, berkat keikhlasan
hati, semua jerih payah dan setiap tetesan keringat, akan bernilai
pahala di sisi-Nya. Inilah keberuntungan di atas keberuntungan. Di
dunia, pekerjaan terasa nikmat dan bisa mencicipi buah manis kebaktian
anak. Sedangkan di akhirat, maka insyaAllahakan menuai limpahan pahala.
Allahumma amien…
KESALIHAN ORANG TUA, MODAL UTAMA [5]
Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar
keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah. Namun, terkadang
kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut
ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah
lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa,
sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar
dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di
muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya.
Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun
beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya. Dan
insyaAllahitupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya.
Pepatah mengatakan: “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa
banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua
orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar
manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!
• Beberapa contoh aplikasi nyatanya
Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima
waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan
hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan
Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah
dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah,
ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari
dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendinganatau suara
biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah
berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua
kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu
contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak
kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa
yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur?
Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya
sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi
ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.
Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada
anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang,
bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke
kebun binatang, insyaAllahkamu bisa ikut”.
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan
ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian
kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia
belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi
hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara
terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orangtuanya selalu
pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…
SAMBUTLAH KABAR GEMBIRA! [6]
Sejauh apapun kita melangkah, ada saatnya umur kita berakhir. Suatu hari
nanti Allah akan mengirimkan malaikat pencabut nyawa untuk mengakhiri
hidup kita di dunia. Saat itu tangis haru kehilangan akan pecah dari
orang-orang yang mencintai kita. Namun, sebesar apapun kecintaan mereka
kepada kita, tetap saja mereka tidak akan mau menemani kita di liang
kubur. Tinggallah kita dalam kesendirian di sebuah ruang sempit nan
pengap, ditemani hewan-hewan tanah. Amalan terputus dan kesempatan
menambah pahala telah pupus.
Tetapi, terimalah kabar gembira…
Wahai para orang tua yang salih, yang semasa hidupnya tak pernah lekang
untuk mendidik anaknya hingga tumbuh menjadi generasi yang salih.
Bergembiralah, bahwa pahala akan terus mengalir ke tabunganmu, walaupun
jasadmu telah lapuk dimakan tanah. Kuburanmu akan terasa lapang dan
terang benderang.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثَةٍ؛ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ،
أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ”.
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalannya kecuali tiga. (1) Sedekah
jariyah, (2) Ilmu yang bermanfaat dan (3) Anak salih yang
mendoakannya”.HR. Muslim dari Abu Hurairah.
Setiap anak melakukan ibadah dan kebajikan, akan selalu mengalir pahala
untukmu. Sebab engkaulah yang mengajarkan kebaikan tersebut padanya.
Nabiyullah shallallahu’alaihiwasallambertutur,
“مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ”.
“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan
pahala seperti orang yang melakukannya”.HR. Muslim dari Abu Mas’ud
al-Anshary.
Bukan hanya itu, namun juga doa anak salih hasil jerih payahmu akan
mengangkat derajatmu di surga. Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallammenjelaskan,
“إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ
الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: “يَا رَبِّ، أَنَّى لِي هَذِهِ؟”
فَيَقُولُ: “بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ”.
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla akan mengangkat derajat hamba yang
salih di surga. Ia bertanya, “Wahai Rabbi, apakah yang membuatku
(menempati derajat ini?)”. Dia menjawab, “Lantaran doa anakmu yang
memohonkan ampunan untukmu”.HR. Ahmad dari Abu Hurairah dan dinilai
hasan oleh al-Albany.
Engkaupun akan kembali bersua dan berkumpul dengan mereka di negeri
keabadian yang penuh kenikmatan. Di surga ‘Adn! Allah ta’alaberfirman,
“جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ
وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ
عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ“
Artinya: “(Yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama
dengan orang yang salih dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan
keturunannya. Sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari
semua pintu”.QS. Ar-Ra’du (13): 23.
Selamat menyambut kabar gembira tersebut, wahai para orang tua salih yang memiliki anak salih-salihah!
HIDAYAH BUKAN DI TANGAN KITA [7]
Jika kita menginginkan anak-anak kita menjadi generasi yang
salih-salihah, maka kita harus berusaha maksimal untuk itu. Kita wajib
mengerahkan segala daya dan upaya yang kita miliki. Siap untuk letih,
capai dan lelah untuk mendidik, mengarahkan serta menasehati mereka.
Jika itu telah dilakukan, maka bersiaplah untuk memetik buah manis usaha
keras kita!
Namun, ada satu hal penting yang harus senantiasa diingat. Yaitu hidayah
bukanlah di tangan kita. Satu-satunya pemilik mutlaknya adalah Allah
ta’ala. Dalam al-Qur’an disebutkan:
“فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ”
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikendaki-Nya dan
memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya”.QS. Fâthir (35): 8.
Sebesar apapun usaha yang kita kerahkan, jikalau Allah tidak
berkehendak, maka mustahil keinginan kita akan tercapai. Lihatlah
bagaimana manusia paling bertakwa di muka bumi, Rasulullah shallallahu
‘alaihiwasallam,pun tak kuasa untuk memberi hidayah kepada orang yang
sangat beliau cintai; Abu Thalib pamannya. [Baca: QS. Al-Qashash (28):
56].
Apalah pula kesalihan kita dibanding Nabi Nuh ‘alaihissalam? Jikalau
beliau tidak kuasa memberikan hidayah kepada buah hatinya, bagaimana
dengan kita?
Di saat air bah melanda, beliau masih berusaha keras mengajak anaknya
untuk menaiki kapal besar yang dibuatnya. Namun Allah tidak berkenan
memberikan hidayah kepada si anak, sehingga justru dengan pongahnya ia
menjawab akan menaiki gunung tertinggi. Pada akhirnya ia pun tenggelam
dilamun ombak. [Baca: QS. Hûd (11): 42-47].
Putra seorang Nabi yang telah menghabiskan umur hampir sepuluh abad
untuk berdakwah, ternyata justru meninggal dalam keadaan tidak
beriman??! Bukankah ini memberikan pelajaran yang amat dalam bahwa
hidayah bukanlah di tangan manusia?
Seluruh keterangan di atas bukan dalam rangka memprovokasi agar kita
melempemdalam mendidik anak, bukan! Tidak pula dalam rangka mengajak
kita menyerah dengan keadaan, tanpa melakukan usaha maksimal, tidak!
Tetapi tulisan ini dituangkan dalam rangka untuk mengingatkan kita semua
bahwa ikhtiar belaka tidaklah cukup. Namun harus diiringi dengan
sesuatu yang bernama doa dan tawakal kepada Allah ta’ala.
Usaha tanpa doa merupakan sebuah kesombongan, sedangkan pasrah tanpa usaha adalah sebuah kejahilan.
Maka jangan sampai kita mengandalkan kekuatan diri sendiri semata dan
bergantung padanya saja. Sebagaimana doa yang sering dipanjatkan Nabi
shallallahu’alaihiwasallam,
“يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرَفَةَ عَيْنٍ“
“Wahai Yang Maha Hidup dan Maha mengurusi para makhluk-Nya, dengan
rahmat-Mu aku memohon pertolongan. Perbaikilah seluruh keadaanku. Dan
jangan Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku, walaupun hanya
sekejap mata”.HR. Al-Hakim dari Anas bin Malik dan dinilai sahih oleh
al-Hakim dan adh-Dhiya’ al-Maqdisy.
Maka dari itu selain usaha lahiriah yang kita kerahkan, janganlah pernah
melupakan lantunan doa yang senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah
ta’ala,terutama di waktu-waktu yang mustajab!
MENDIDIK ANAK DALAM KANDUNGAN [8]
Mendidik anak dari dini bukanlah dimulai sejak dia baru lahir. Namun
semenjak ia masih berada dalam kandungan. Bahkan sejak pertama kali
memilih pasangan hidup pun, itu juga akan menentukan keberhasilan kita
dalam mendidik anak.
Di saat janin dalam rahim berumur 120 hari, sejatinya ia telah bernyawa. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallammenjelaskan,
“إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ
يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ
فِى ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ
فِيهِ الرُّوحَ”.
“Sesungguhnya setiap orang berada di dalam perut ibunya (berbentuk mani)
selama empat puluh hari. Kemudian berubah menjadi segumpal darah selama
itu juga (40 hari). Kemudian berubah menjadi sekerat daging selama itu
juga. Lalu diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya”.HR. Bukhari
dan Muslim dari Ibn Mas’ud radhiyallahu’anhu.
Jadi, berdasarkan hadits di atas, setelah lewat 4 bulan, janin dalam
perut sudah hidup. Lalu penemuan-penemuan ilmiah membuktikan bahwa janin
sebelum lahir mampu merespon stimulasi edukatif yang diberikan
kepadanya.
Jadi, dari pra lahir kita sudah bisa mendidik anak kita. Caranya antara lain dengan:
1. Memperbanyak doa.
Para nabi ‘alaihimussalam juga orang-orang salih selalu mendoakan
anak-anak mereka sejak dalam kandungan. Misalnya: Nabi Ibrahim [QS.
Ash-Shâffât (37): 100] dan Nabi Zakariya [QS. Ali Imran (3): 38].
2. Tekun beribadah.
Tidak ada salahnya, manakala orang tua akan menjalankan aktifitas
ibadah, seperti shalat, bersedekah, berdzikir, berpuasa atau yang
lainnya, ia menyapa anaknya yang ada di dalam perut. Contohnya: “Sabar
ya nak, sekarang kita sedang berpuasa!”.
3. Merutinkan membaca al-Qur’an.
Bukan hanya membaca al-Qur’an, lebih baik lagi jika orang tua melatih
diri untuk menghapal al-Qur’an semampunya. Sehingga diharapkan manakala
ia banyak melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an, anak yang berada dalam
janin ikut merekam bacaan orang tuanya. Sehingga kelak saat lahir anak
telah memiliki ‘bekal’ hapalan al-Qur’an.
4. Bertutur kata yang baik.
Biasakanlah untuk senantiasa berbicara dengan santun dan baik. Semoga
dengan demikian anakpun akan tertular dengan perilaku positif tersebut.
Pendek kata, manfaatkanlah setiap detik dalam kehidupan kita untuk
mendidik anak kita, tanpa kenal lelah dan pantang menyerah. Sejatinya
kesuksesan besar itu sangat ditentukan dengan langkah pertama yang baik.
Selamat mempraktekkan!
JANGAN BIARKAN SETAN MENJAMAH ANAKMU! [9]
Ingatlah wahai para orang tua, bahwa setan tidak akan pernah duduk
manis, membiarkan anak kita tumbuh menjadi generasi yang salih dan
salihah. Dia tidak akan pernah merasa puas, hingga berhasil menjadikan
anak-anak kita menjadi kaki tangan mereka. Na’udzubillah min dzalik.
Karena liciknya tipu daya mereka, juga tabiat dasar manusia yang lemah,
kita perlu memohon bantuan kepada Allah agar Dia berkenan melindungi
kita dan anak-anak kita.
Berikut cara memohon perlindungan kepada Allah untuk anak-anak kita:
1. Mintalah perlindungan pada-Nya sebelum ‘membuat’ anak. Yakni dengan membaca doa berikut sebelum melakukan hubungan suami istri:
“بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا”.
“Dengan nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan setan dan
jauhkan pula gangguan setan dari (anak) yang akan Kau karuniakan pada
kami”.HR. Bukhari dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu’anhuma.
2. Mohonlah perlindungan pada Allah saat anak lahir. Sebagaimana ucapan ibunda Maryam,
“وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ”.
Artinya: “Sesungguhnya aku telah menamainya Maryam dan aku mohon
perlindungan kepada-Mu untuknya serta keturunannya dari setan yang
terkutuk”.QS. Ali Imrân (3): 36.
3. Mintalah perlindungan kepada-Nya untuk mereka setiap hari, terutama di waktu pagi dan sore.
Jika mereka belum bisa membaca al-Qur’an, bacakanlah surat al-Ikhlas,
al-Falaq dan an-Nas, lalu usapkan tanganmu ke tubuh mereka.
Atau bisa juga dengan membaca doa perlindungan yang dahulu pernah
dibacakan Nabi shallallahu’alaihi wasallamuntuk cucu beliau; al-Hasan
dan al-Husain radhiyallahu’anhuma,
“أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ“.
“Aku memohon perlindungan kepada Allah bagi kamu berdua dengan
kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari segala gangguan setan,
binatang berbisa dan pandangan mata yang jahat”.HR. Abu Dawud dan
dinilai sahih oleh Ibn Hibban, al-Hakim, adz-Dzahaby dan al-Albany.
Redaksi di atas adalah bila anak yang didoakan berjumlah dua orang. Jika
lebih dari dua maka kalimat yang digarisbawahi diganti dengan
“u’îdzukum”.Bila satu anak lelaki maka “u’îdzuka”, dan bila satu anak
perempuan maka “u’îdzuki”.
4. Jangan biarkan anak-anak berkeliaran di luar rumah saat malam tiba. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallammewanti-wanti,
“إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ
فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ
اللَّيْلِ فَحُلُّوهُمْ “
“Jika hari mulai gelap tahanlah anak-anak kalian (untuk keluar rumah)
karena saat itu setan berkeliaran. Jika telah lewat sebagian malam
biarkanlah mereka”.HR. Bukhari (hal. 669 no. 3280) dan Muslim (XIII/185
no. 5218) dari Jabir bin Abdullah dengan redaksi Muslim.
KARAKTER PENDIDIK SUKSES bag-1 [10]
Kesempurnaan sifat pendidik memang hanya dimiliki oleh para rasul
‘alaihimussalam. Namun kita sebagai orang tua, tetap tertuntut dengan
segenap kemampuan, untuk memiliki sifat-sifat tersebut. Sebab kita telah
dijadikan anak sebagai fokus teladan dan contoh nyata yang mereka
saksikan dalam keseharian.
Inilah karakter yang harus dimiliki pendidik:
1. BERILMU
Ilmu merupakan kebutuhan primer setiap insan dalam setiap lini
kehidupannya, termasuk dalam mendidik anak. Bahkan kebutuhan dia
terhadap ilmu dalam mendidik anak, melebihi kebutuhannya terhadap ilmu
dalam menjalankan pekerjaannya.
Namun, realita berkata lain. Rupanya tidak sedikit di antara kita
mempersiapkan ilmu untuk kerja lebih banyak daripada ilmu untuk menjadi
orangtua. Padahal tugas kita menjadi orangtua dua puluh empat jam sehari
semalam, termasuk saat tidur, terjaga serta antara sadar dan tidak.
Sementara tugas kita dalam pekerjaan, hanya sebatas jam kerja.
• Ilmu apa saja yang dibutuhkan?
Banyak jenis ilmu yang dibutuhkan orangtua dalam mendidik anaknya. Mulai
dari ilmu agama dengan berbagai varianya, hingga ilmu cara
berkomunikasi dengan anak.
Jenis ilmu agama pertama dan utama yang harus dipelajari orangtua adalah
akidah. Sehingga ia bisa menanamkan akidah yang lurus dan keimanan yang
kuat dalam jiwa anaknya. Nabi shallallahu’alaihi wasallammencontohkan
bagaimana membangun pondasi tersebut dalam jiwa anak, dalam salah satu
sabdanya untuk Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
“إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّه”
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta
pertolongan, mintalah kepada Allah”.HR. Tirmidzi dan beliau berkomentar,
“Hasan sahih”.
Selanjutnya ilmu tentang cara ibadah, terutama shalat dan cara bersuci.
Bagaimana mungkin orangtua akan memerintahkan shalat pada anaknya,
jikalau ia tidak mengerti tatacara shalat yang benar. Mampukah orang
yang tidak mempunyai sesuatu, untuk memberikan sesuatu itu kepada orang
lain?
Berikutnya ilmu tentang akhlak, mulai adab terhadap orangtua, tetangga,
teman, juga adab keseharian si anak. Bagaimana cara makan, minum, tidur,
masuk rumah, kamar mandi, bertamu dan lain-lain.
Yang tidak kalah pentingnya adalah: ilmu seni berinteraksi dan
berkomunikasi dengan anak. Bagaimana kita menghadapi anak yang
hiperaktif atau sebaliknya pendiam. Bagaimana membangun rasa percaya
diri dalam diri anak. Bagaimana memotivasi mereka untuk gemar belajar.
Bagaimana menumbuhkan bakat yang ada dalam diri anak kita. Dan berbagai
konsep-konsep dasar pendidikan anak lainnya.
• Ayo belajar!
Semoga pemaparan singkat di atas bisa menggambarkan pada kita urgensi
ilmu dalam mendidik anak. Sehingga diharapkan bisa mendorong kita untuk
terus mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan kita, menghadiri
majlis taklim, membaca buku-buku panduan pendidikan. Agar kita
betul-betul menjadi orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang
lebih tua dari anaknya!
KARAKTER PENDIDIK SUKSES bag-2 [11]
Di antara karakter yang harus dimiliki pendidik:
2. IKHLAS
Ikhlas merupakan ruh bagi setiap amalan. Amalan tanpa disuntik
keikhlasan bagaikan jasad yang tak bernyawa. Termasuk jenis amalan yang
harus dilandasi keikhlasan adalah mendidik anak. Apa maksudnya?
Maksudnya adalah: Rawat dan didik anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharapkan keridhaan Allah ta’ala.
Ikhlas memiliki dampak kekuatan yang begitu dahsyat. Di antaranya:
1. Dengan ketulusan, suatu aktivitas akan terasa ringan.
Proses ‘membuat’ dan mendidik anak, mulai dari mengandung, melahirkan,
menyusui, merawat, membimbing hingga mendidik, jelas membutuhkan waktu
yang tidak sebentar dan energi ekstra. Jika Anda ingin seabreg pekerjaan
itu terasa ringan, maka jalanilah dengan penuh ketulusan dan
keikhlasan! Sebab seberat apapun pekerjaan, jika dilakukan dengan ikhlas
insyaAllah akan terasa ringan, bahkan menyenangkan. Sebaliknya,
seringan apapun pekerjaan, kalau dilakukan dengan keluh kesah pasti akan
terasa seberat gunung dan menyebalkan.
2. Dengan keikhlasan, ucapan kita akan berbobot.
Sering kita mencermati dan merasakan bahwa di antara kata-kata kita, ada
yang sangat membekas di dada anak-anak yang masih belia hingga mereka
dewasa kelak. Sebaliknya, tak sedikit ucapan yang bahkan kita teriakkan
keras-keras di telinganya, ternyata berlalu begitu saja bagai angin
malam yang segera hilang kesejukannya begitu mentari pagi bersinar.
Apa yang membedakan? Salah satunya adalah kekuatan yang menggerakkan
kata-kata kita. Jika Engkau ucapkan kata-kata itu untuk sekedar
meluapkan amarah, maka anak-anak itu akan mendengarnya sesaat dan
sesudah itu hilang tanpa bekas. Namun jika Engkau ucapkan dengan sepenuh
hati sambil mengharapkan turunnya hidayah untuk anak-anak yang Engkau
lahirkan dengan susah payah itu, insya Allahakan menjadi perkataan yang
berbobot.
3. Dengan keikhlasan anak kita akan mudah diatur
Manakala si anak merasakan ketulusan hati orangtuanya dalam setiap yang
dikerjakan, ia akan menerima arahan dan nasehat yang disampaikan ayah
dan bundanya, karena ia menangkap bahwa segala yang disampaikan padanya
adalah semata demi kebaikan dirinya.
4. Dengan keikhlasan kita akan memetik buah manis pahala
Keikhlasan bukan hanya memberikan dampak positif di dunia, namun juga
akan membuahkan pahala yang amat manis di alam sana. Yang itu berujung
kepada berkumpulnya orangtua dengan anak-anaknya di negeri keabadian;
surga Allah yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan.
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Artinya: “Orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang
mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan pertemukan mereka dengan anak
cucu mereka”.QS. Ath-Thur: 21.
Dipertemukan di mana? Di surga Allah jalla wa ‘ala![12]
KARAKTER PENDIDIK SUKSES bag-3*
Di antara karakter yang harus dimiliki pendidik:
3. KESALIHAN DIRI
Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar
keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah. Namun, terkadang
kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut
ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah
lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa,
sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar
dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di
muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya.
Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun
beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya. Dan
insyaAllahitupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya.
Pepatah mengatakan: “Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa
banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua
orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar
manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!
Lihatlah bagaimana kesalihan nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam menular
kepada diri kedua putranya; nabi Isma’il dan nabi Ishaq ‘alaihimassalam!
• Beberapa contoh aplikasi nyata
Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima
waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan
hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan
Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah
dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah,
ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari
dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendinganatau suara
biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah
berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua
kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu
contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak
kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa
yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur?
Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya
sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi
ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.
Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada
anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang,
bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke
kebun binatang, insyaAllahkamu bisa ikut”.
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan
ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian
kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia
belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi
hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara
terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orangtuanya selalu
pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
KARAKTER PENDIDIK SUKSES bag-4*
Di antara karakter yang harus dimiliki pendidik:
4. BERTANGGUNG JAWAB
Anak merupakan salah satu karunia terbesar yang diberikan Allah kepada
suatu rumah tangga. Sebuah keluarga tanpa anak, akan terasa amat sepi
dan hambar. Kalau boleh diumpamakan, seperti masakan tanpa bumbu.
Betapa banyak orang yang menanti kehadiran si jabang bayi selama puluhan
tahun, ternyata Allah belum berkenan untuk mengaruniakan sang buah
hati. Karena hikmah yang diinginkan-Nya, yang barangkali salah satunya
adalah orang tersebut dinilai Allah belum siap untuk menjadi bapak atau
ibu.
“لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ
لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ . أَوْ
يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا
إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ”
Artinya: “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa
yang Dia kehendaki. Memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia
kehendaki. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan. Dan
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui,
Mahakuasa”.QS. Asy-Syura (42): 49-50.
Jadi, manakala Allah telah mengaruniakan anak kepada kita, bisa jadi itu
pertanda bahwa kita telah harus siap untuk menjadi orang tua.
Seberapapun jumlah anak yang Allah karuniakan kepada kita, maka
sebenarnya kita harus telah siap untuk menanganinya. Sebab Allah tidak
mungkin membebani hamba-Nya melebihi kemampuan-Nya. (Baca: QS.
Al-Baqarah: 286).
Sebagai orang yang mendapatkan amanah, apalagi dari Allah ta’ala, maka
kita harus menjalankan tugas tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.
“أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، …
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا
وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، …”.
“Ketahuilah, kalian semua adalah penanggungjawab dan seluruh kalian akan
ditanya tentang tanggung jawabnya … Seorang lelaki penanggungjawab atas
keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita
penanggungjawab atas anak-anak suaminya dan ia akan ditanya tentang
mereka …”.HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma.
Jadi manakala mendidik anak, kita harus senantiasa berusaha menghadirkan
perasaan tanggung jawab terhadap amanah yang Allah berikan kepada kita.
Bukan hanya tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan duniawi sang anak.
Namun yang lebih penting dari itu adalah tanggung jawab dalam pendidikan
agama dan perilaku kesehariannya.
Rasa tanggung jawab ini, akan mendorong kita untuk mengerahkan segala
daya dan upaya, serta apapun yang kita miliki demi kesuksesan pendidikan
anak. Tanpa perasaan itu, semangat akan mengendur dan segala aktifitas
dalam mendidik anak akan terasa menjadi sebuah beban yang amat berat!
KARAKTER PENDIDIK SUKSES bag-5*
Di antara karakter yang harus dimiliki pendidik:
5. SABAR
Sabar merupakan salah satu syarat mutlak bagi mereka yang ingin berhasil
mengarungi kehidupan di dunia. Kehidupan yang tidak lepas dari susah
dan senang, sedih dan bahagia, musibah dan nikmat, menangis dan tertawa,
sakit dan sehat, lapar dan kenyang, rugi dan untung, miskin dan kaya,
serta mati dan hidup.
Di antara episode perjalanan hidup yang membutuhkan kesabaran ekstra
adalah masa-masa mendidik anak. Sebab rentang waktunya tidak sebentar
dan seringkali anak berperilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita.
• Contoh aplikasi kesabaran
1. Sabar dalam membiasakan perilaku baik terhadap anak
Anak bagaikan kertas yang masih putih, tergantung siapa yang
menggoreskan lukisan di atasnya. Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallammenggambarkan hal itu dalam sabdanya,
“مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه”
“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan
menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”.HR. Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Andaikan sejak kecil anak dibiasakan berperilaku baik, mulai dari taat
beribadah hingga adab mulia dalam keseharian, insyaAllahhal itu akan
sangat membekas dalam dirinya. Sebab mendidik di waktu kecil bagaikan
mengukir di atas batu.
Mengukir di atas batu membutuhkan kesabaran dan keuletan, namun jika
ukiran tersebut telah jadi niscaya ia akan awet dan tahan lama.
2. Sabar dalam menghadapi pertanyaan anak
Menghadapi pertanyaan anak, apalagi yang baru saja mulai tumbuh dan
menginginkan untuk mengetahui segala sesuatu yang ia lihat, memerlukan
kesabaran yang tidak sedikit. Terkadang timbul rasa jengkel dengan
pertanyaan anak yang tidak ada habis-habisnya, hingga kerap kita
kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaannya.
Sesungguhnya kesediaan anak untuk bertanya kepada kita, ‘seburuk’ apa
pun pertanyaan yang ia lontarkan, merupakan pertanda bahwa mereka
memberikan kepercayaannya kepada kita untuk menjawab. Maka jalan terbaik
adalah menghargai kepercayaannya dengan tidak mematikan kesediaannya
untuk bertanya, serta memberikan jawaban yang mengena dan menghidupkan
jiwa.
3. Sabar menjadi pendengar yang baik
Banyak orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak-anaknya. Bila ada
suatu masalah yang terjadi pada anak, orangtua lebih suka menyela,
langsung menasihati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal-usul
kejadiannya.
4. Sabar manakala emosi memuncak
Hendaknya kita tidak memberikan sanksi atau hukuman pada anak ketika
emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun
yang keluar dari mulut kita, cenderung untuk menyakiti dan menghakimi,
tidak untuk menjadikan anak lebih baik. (mukomukoshare-com)
0 comments:
Post a Comment